23:47 | 23 Oktober | Cahyo Wihoyo

Adakah sanksi bagi orangtua yang memalsukan alamat di Kartu Keluarga untuk mengakali sistem zonasi demi memasukkan anaknya ke sekolah favorit?


Budiman, S.H, M.H

Jalur Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

Sebelum mengulas pertanyaan Anda lebih jauh, ada perlunya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan sistem zonasi.

Jalur zonasi sendiri merupakan salah satu jalur PPDB yang dikenal dalam Permendikbud 1/2021 yaitu penerimaan peserta didik baru pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.[1] PPDB untuk SD, SMP, dan SMA dilaksanakan melalui jalur pendaftaran PPDB. Selain zonasi, pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali, dan/atau prestasi.[2]

Pasal 13 ayat (1) Permendikbud 1/2021 menjelaskan mengenai kuota jalur zonasi bahwa jalur zonasi SD paling sedikit 70% dari daya tampung sekolah, jalur zonasi SMP paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah, jalur zonasi SMA paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah. Dalam hal masih terdapat sisa kuota dari jalur zonasi, pemerintah daerah dapat membuka jalur prestasi.[3]

Ketentuan mengenai jalur zonasi diatur dalam Pasal 17 s.d. Pasal 20 Permendikbud 1/2021. PPDB diperuntukkan bagi calon peserta didik baru yang berdomisili di dalam wilayah zonasi yang ditetapkan pemerintah daerah. Domisili calon peserta didik ini berdasarkan alamat pada kartu keluarga (“KK”) yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB. Apabila KK tersebut tidak dimiliki oleh calon peserta didik karena keadaan tertentu, maka dapat diganti dengan surat keterangan domisili.[4]

Surat keterangan domisili tersebut diterbitkan oleh ketua RT atau ketua RW yang dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat lain yang berwenang yang memuat keterangan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah berdomisili paling singkat 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya surat keterangan domisili. Sekolah memprioritaskan peserta didik yang memiliki KK atau surat keterangan domisili dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota yang sama dengan sekolah asal.[5]

Calon peserta didik hanya dapat memilih satu jalur pendaftaran PPDB dalam satu wilayah zonasi. Selain melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur zonasi dalam wilayah zonasi yang telah ditetapkan, calon peserta didik dapat melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur afirmasi atau jalur prestasi di luar wilayah zonasi domisili peserta didik sepanjang memenuhi persyaratan.[6]

Penetapan Wilayah Zonasi

Penetapan wilayah zonasi dilakukan pada setiap jenjang melibatkan musyawarah atau kelompok kerja kepala sekolah. Sedangkan sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi atau kabupaten/kota dapat dilakukan berdasarkan kerja sama antar Pemerintah Daerah kemudian melaporkan penetapan wilayah zonasi tersebut kepada Menteri melalui unit pelaksana teknis Kementerian yang membidangi penjaminan mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal ditetapkan. Penetapan wilayah zonasi pada setiap jenjang ini diumumkan paling lama 1 (satu) bulan sebelum pengumuman secara terbuka pendaftaran PPDB.[7]

Penetapan wilayah zonasi harus memperhatikan sebaran sekolah, data sebaran domisili calon peserta didik dan kapasitas daya tampung sekolah yang disesuaikan dengan ketersediaan jumlah anak usia sekolah pada setiap jenjang di daerah tersebut. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memastikan semua wilayah administrasi masuk dalam penetapan wilayah zonasi sesuai dengan jenjang pendidikan. Dinas pendidikan memastikan semua sekolah telah menerima peserta didik dalam wilayah zonasi yang telah ditetapkan.[8]

Pemalsuan Data Kartu Keluarga

Terkait pertanyaan Anda, menurut Penjelasan Pasal 5 huruf g UU 24/2013 kartu keluarga merupakan salah satu jenis dokumen kependudukan selain blangko KTP-el, biodata penduduk, surat keterangan kependudukan, akta kelahiran, akta perkawinan, akta perceraian, akta kematian, akta pengakuan anak, dan akta pengesahan anak.

Dokumen kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.[9] Adapun yang dimaksud dengan kartu keluarga adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.[10]

Patut diperhatikan bahwa penerbitan atau perubahan kartu keluarga, KTP, dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya diakibatkan oleh adanya peristiwa kependudukan yang meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.[11]

Selain sebagai dokumen kependudukan, beberapa elemen di dalam kartu keluarga juga dikategorikan sebagai data kependudukan yang terdiri atas data perseorangan dan/atau data agregat pendudukan. Data perseorangan, di antaranya, meliputi nomor kartu keluarga, alamat sebelumnya, dan alamat sekarang.[12]

Kemudian terkait pemalsuan data kependudukan, Pasal 94 UU 24/2013 menyatakan bahwa:

Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta.